berharap itu benar. Tetapi sekarang setelah ia kehilangan ingatannya selama sebulan
terakhir, segalanya kembali seperti dulu.
Ia kembali teringat pada uri. Wanita itu akan menikah dengan sahabat baik Kazuto.
Kazuto ingat saat Yuri memberitahunya dengan gembira bahwa ia akan menikah.
Apakah wanita itu tidak bisa melihat Kazuto begitu tercengang sampai tidak bisa
berkata-kata? apakah ia tidak bisa melihat jantung Kazuto seakan berhenti berdetak
begitu mendengar berita itu? Apakah ia tidak bisa melihat selama ini Kazuto sangat
menyukainya? Bahwa ia sangat berarti bagi Kazuto?
Kazuto bertanya-tanya kenapa benturan di kepalanya itu tidak membuatnya
melupakan Yuri? Bukankah itu lebih baik? Dengan begitu ia tidak akan pernah ingat
betapa ia menyukai wanita itu.
“Ngomong-ngomong, apakah kau masih tertarik menghadiri reuni pada tanggal
sepuluh nanti?” tanya Akira, membuyarkan lamunan Kazuto. “Bertemu teman-teman
lama mungkin bisa sedikit menghibur.”
Kazuto mengangguk-angguk, lalu tersenyum. “Kurasa kau benar,” katanya. “Aku
akan meneleponmu lagi nanti soal itu.”
“Oh ya, tadi kulihat ibumu sedang berbicara dengan dokter. Kurasa sebentar lagi
selesai,” kata Akira. “Kalian akan pulang naik apa? Aku bisa mengantar kalian pulang.
Shift-ku sudah selesai hari ini.”
“Terima kasih, tapi Paman Shinzo akan datang menjemput.”
Saat itu telepon Akira berbunyi. “Sebentar ya?” katanya pada Kazuto. Ia merogoh
saku celana panjangnya dan mengeluarkan ponsel.
Kazuto bergerak ke meja kecil di samping tempat tidur untuk melanjutkan
tugasnya mengemasi barang. Ia senang karena akhirnya ia terbebas dari rumah sakit
yang menyesakkan ini. Ia tidak tahan dengan bau obat yang tercium di seluruh penjuru
rumah sakit. Pendek kata, ia benci rumah sakit.
“Oh, Keiko-san.”
Keiko-san? Kazuto tersentak dan kepalanya berputar kembali ke wajah Akira yang
berseri-seri.
Akira terus berbicara di ponsel dengan senyum lebar. “Ya, aku memang
meneleponmu tadi, tapi kurasa kau pasti sedang sibuk... Tidak, tidak apa-apa... Kalau
kau ada waktu, bagaimana kalau kutraktir makan siang?”
Sepertinya telepon dari pacarnya, pikir Kazuto. Keningnya berkerut samar,
berusaha mengingat. Sebelum ingatannya hilang, apakah ia sudah tahu Akira punya
pacar? Apakah ia pernah melihat pacar Akira itu?
Kazuto menghela napas panjang. Lihat sisi positifnya saja. Bagaimanapun juga, ia
masih ingat namanya sendiri, orangtuanya, dan seluruh kejadian hidupnya sampai satu
bulan lalu. Ia hanya tidak bisa mengingat kejadian selama satu bulan terakhir ini.
Hanya satu bulan. Dan ia yakin tidak ada hal penting yang perlu diingat.
* * *
“Keracunan makanan,” gerutu Haruka sambil melirik adiknya yang bertampang pucat.
“Kau pasti makan sembarangan selama di Yokohama.”
Tomoyuki menggeleng lesu dan berjalan dengan langkah diseret-seret di sebelah
Haruka. “Tidak makan apa-apa,” gumamnya. “Hanya jajan sedikit... di sana-sini.”
Haruka menggandeng lengan adiknya karena sepertinya Tomoyuki tidak bisa
berjalan tegak dan lurus tanpa dibantu. Ia merapatkan jaket dan syal Tomoyuki ketika
mereka keluar dari gedung rumah sakit. Rupanya sedang hujan. Tomoyuki menggigil.
Haruka menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu berkata kepada Tomoyuki, “Kau
tunggu di sini dulu sebentar. Aku akan memanggil taksi.”
Tomoyuki mengangguk lemah. Ia sangat ingin berbaring saat ini. Perutnya sakit,
dadanya sesak, kepalanya berat, dan lidahnya terasa pahit. Ia membenamkan mulut
dan hidungnya di balik syal di sekeliling lehernya dan menggigil lagi.
“Kau pusing?” Tomoyuki mendengar suara wanita di belakangnya. Ia menoleh dan
melihat seorang wanita setengah baya sedang berbicara kepada laki-laki yang berdiri di
sampingnya. Tomoyuki tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena mereka
berdiri menyamping. Tomoyuki baru akan memalingkan wajah ketika laki-laki itu
mengangkat wajah dan membuat Tomoyuki tersentak kaget. Itu...?
“Aku baik-baik saja,” sahut laki-laki itu sambil tersenyum. Ia menoleh ke arah
Tomoyuki. Sesaat pandangan mereka bertemu, lalu ia menatap melewati bahu
Tomoyuki dan berkata, “Itu mobil Paman. Ayo, kita ke sana.”
Tomoyuki tetap mengamati kedua orang itu dengan kening berkerut bingung dan
mulut melongo sementara mereka berjalan melewatinya, menuju mobil sedan berwarna
biru yang berhenti tidak terlalu jauh dari pintu rumah sakit
Wajah itu... Suara itu... Tidak salah lagi, pikir Tomoyuki dalam hati. Itu Nishimura
Kazuto! Tetapi kenapa Kazuto tidak menyapanya? Apakah Kazuto tidak melihatnya
tadi? Tidak, Tomoyuki yakin Kazuto melihatnya. Mereka sempat bertatapan. Lalu
kenapa Kazuto diam saja seperti tidak mengenalnya? Lalu...
“Kau sedang melihat apa?” Terdengar suara Haruka memanggilnya. “Aku sudah
memanggil taksi. Ayo, naik.”
Tomoyuki menoleh ke arah kakakny adan berjalan pelan ke arah taksi yang sudah
menunggu mereka. “Kazuto Oniisan,” gumamnya ketika ia sudah masuk taksi.
berharap itu benar. Tetapi sekarang setelah ia kehilangan ingatannya selama sebulanterakhir, segalanya kembali seperti dulu.Ia kembali teringat pada uri. Wanita itu akan menikah dengan sahabat baik Kazuto.Kazuto ingat saat Yuri memberitahunya dengan gembira bahwa ia akan menikah.Apakah wanita itu tidak bisa melihat Kazuto begitu tercengang sampai tidak bisaberkata-kata? apakah ia tidak bisa melihat jantung Kazuto seakan berhenti berdetakbegitu mendengar berita itu? Apakah ia tidak bisa melihat selama ini Kazuto sangatmenyukainya? Bahwa ia sangat berarti bagi Kazuto?Kazuto bertanya-tanya kenapa benturan di kepalanya itu tidak membuatnyamelupakan Yuri? Bukankah itu lebih baik? Dengan begitu ia tidak akan pernah ingatbetapa ia menyukai wanita itu.“Ngomong-ngomong, apakah kau masih tertarik menghadiri reuni pada tanggalsepuluh nanti?” tanya Akira, membuyarkan lamunan Kazuto. “Bertemu teman-temanlama mungkin bisa sedikit menghibur.”Kazuto mengangguk-angguk, lalu tersenyum. “Kurasa kau benar,” katanya. “Akuakan meneleponmu lagi nanti soal itu.”“Oh ya, tadi kulihat ibumu sedang berbicara dengan dokter. Kurasa sebentar lagiselesai,” kata Akira. “Kalian akan pulang naik apa? Aku bisa mengantar kalian pulang.Shift-ku sudah selesai hari ini.”“Terima kasih, tapi Paman Shinzo akan datang menjemput.”Saat itu telepon Akira berbunyi. “Sebentar ya?” katanya pada Kazuto. Ia merogohsaku celana panjangnya dan mengeluarkan ponsel.Kazuto bergerak ke meja kecil di samping tempat tidur untuk melanjutkantugasnya mengemasi barang. Ia senang karena akhirnya ia terbebas dari rumah sakityang menyesakkan ini. Ia tidak tahan dengan bau obat yang tercium di seluruh penjururumah sakit. Pendek kata, ia benci rumah sakit.“Oh, Keiko-san.”Keiko-san? Kazuto tersentak dan kepalanya berputar kembali ke wajah Akira yangberseri-seri.Akira terus berbicara di ponsel dengan senyum lebar. “Ya, aku memangmeneleponmu tadi, tapi kurasa kau pasti sedang sibuk... Tidak, tidak apa-apa... Kalaukau ada waktu, bagaimana kalau kutraktir makan siang?”Sepertinya telepon dari pacarnya, pikir Kazuto. Keningnya berkerut samar,berusaha mengingat. Sebelum ingatannya hilang, apakah ia sudah tahu Akira punyapacar? Apakah ia pernah melihat pacar Akira itu?Kazuto menghela napas panjang. Lihat sisi positifnya saja. Bagaimanapun juga, iamasih ingat namanya sendiri, orangtuanya, dan seluruh kejadian hidupnya sampai satubulan lalu. Ia hanya tidak bisa mengingat kejadian selama satu bulan terakhir ini.Hanya satu bulan. Dan ia yakin tidak ada hal penting yang perlu diingat.* * *“Keracunan makanan,” gerutu Haruka sambil melirik adiknya yang bertampang pucat.“Kau pasti makan sembarangan selama di Yokohama.”Tomoyuki menggeleng lesu dan berjalan dengan langkah diseret-seret di sebelahHaruka. “Tidak makan apa-apa,” gumamnya. “Hanya jajan sedikit... di sana-sini.”Haruka menggandeng lengan adiknya karena sepertinya Tomoyuki tidak bisaberjalan tegak dan lurus tanpa dibantu. Ia merapatkan jaket dan syal Tomoyuki ketikamereka keluar dari gedung rumah sakit. Rupanya sedang hujan. Tomoyuki menggigil.Haruka menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu berkata kepada Tomoyuki, “Kautunggu di sini dulu sebentar. Aku akan memanggil taksi.”Tomoyuki mengangguk lemah. Ia sangat ingin berbaring saat ini. Perutnya sakit,dadanya sesak, kepalanya berat, dan lidahnya terasa pahit. Ia membenamkan mulutdan hidungnya di balik syal di sekeliling lehernya dan menggigil lagi.“Kau pusing?” Tomoyuki mendengar suara wanita di belakangnya. Ia menoleh danmelihat seorang wanita setengah baya sedang berbicara kepada laki-laki yang berdiri disampingnya. Tomoyuki tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena merekaberdiri menyamping. Tomoyuki baru akan memalingkan wajah ketika laki-laki itumengangkat wajah dan membuat Tomoyuki tersentak kaget. Itu...?“Aku baik-baik saja,” sahut laki-laki itu sambil tersenyum. Ia menoleh ke arahTomoyuki. Sesaat pandangan mereka bertemu, lalu ia menatap melewati bahuTomoyuki dan berkata, “Itu mobil Paman. Ayo, kita ke sana.”Tomoyuki tetap mengamati kedua orang itu dengan kening berkerut bingung danmulut melongo sementara mereka berjalan melewatinya, menuju mobil sedan berwarnabiru yang berhenti tidak terlalu jauh dari pintu rumah sakitWajah itu... Suara itu... Tidak salah lagi, pikir Tomoyuki dalam hati. Itu NishimuraKazuto! Tetapi kenapa Kazuto tidak menyapanya? Apakah Kazuto tidak melihatnyatadi? Tidak, Tomoyuki yakin Kazuto melihatnya. Mereka sempat bertatapan. Lalukenapa Kazuto diam saja seperti tidak mengenalnya? Lalu...“Kau sedang melihat apa?” Terdengar suara Haruka memanggilnya. “Aku sudahmemanggil taksi. Ayo, naik.”Tomoyuki menoleh ke arah kakakny adan berjalan pelan ke arah taksi yang sudahmenunggu mereka. “Kazuto Oniisan,” gumamnya ketika ia sudah masuk taksi.
ترجمه، لطفا صبر کنید ..
